info CIREBON TIMUR
Kliping Internet 0343
Jumat, 23 Juli 2010
Warga 17 Kecamatan Di Cirebon Tuntut Kabupaten Baru
Warga 17 kecamatan di wilayah Cirebon Timur menuntut adanya pembentukan kabupaten baru. Mereka menginginkan daerahnya tidak lagi berbentuk kecamatan yang menginduk pada Kabupaten Cirebon.
Warga mengaku, keinginan membentuk kabupaten sendiri didorong oleh beberapa faktor. Namun yang paling utama adalah selalu "dianaktirikan" Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Cirebon, sehingga 17 kecamatan tersebut sulit untuk maju.
Salah satunya adalah alokasi dana APBD Kabupaten Cirebon yang tidak pernah mengutamakan warga Cirebon Timur. Padahal, untuk membangun wilayah Cirebon Timur, dibutuhkan dana yang tidak sedikit.
"Dalam APBD 2010 saja, Cirebon Timur itu hanya diberi 27,8 persen. Padahal kebutuhan kami banyak. Seperti jalan misalnya, sangat hancur, dan itu butuh dana untuk perbaikan," ujar salah seorang tokoh dari Cirebon Timur, Iing Parikhin di sela-sela aksi unjuk rasa yang digelar puluhan perwakilan warga Cirebon Timur di depan kantor DRPD dan Bupati Cirebon, Rabu (5/5/2010).
Ironisnya, kata Iing, alokasi dana APBD 27,8 persen itu tidak sebanding dengan apa yang telah dimanfaatkan Pemkab Cirebon dari daerah timur. Pasalnya, banyak sumber daya alam yang dimiliki Cirebon Timur dikeruk untuk kepentingan Pemkab dan jajarannya.
"Salah satu buktinya adalah bukit Azimut. Bukit yang sejak dahulu kala dikenal dengan keindahannya, kini sudah tidak ada lagi. Bentuknya sudah berubah karena terus-terusan dieksplorasi pasir dan kekayaan alamnya oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab," tutur Iing.
Selain bukit Azimut, banyak juga daerah perbukitan di Astanajapura yang dimanfaatkan untuk galian pasir. Ratusan truk mengangkut pasir setiap hari dari daerah tersebut, namun tidak ada keuntungan sedikit pun yang dirasakan warga setempat.
"Yang ada, truk-truk pengangkut pasir itu menghancurkan jalan yang melintas di daerah kami," katanya.
Iing mengungkapkan, keinginan memisahkan diri dari Kabupaten Cirebon sudah ada sejak beberapa tahun lalu. Warga pun berkali-kali mengusulkannya kepada Pemkab dan DPRD Cirebon. Namun hingga saat ini, belum ada hasilnya.
"Malah kita keduluan sama Kabupaten Bandung Barat, padahal usulannya bareng," kata Iing.
Keinginan memekarkan diri dari Kabupaten Cirebon disampaikan puluhan perwakilan warga Cirebon Timur ke kantor DPRD dan Bupati Cirebon di Sumber. Sayang, aspirasi warga tidak mendapat respon maksimal dari anggota DPRD maupun Bupati Cirebon. Pasalnya, Bupati Dedi Supardi dan sejumlah anggota dewan sedang ada di Depok untuk kepentingan MTQ Jawa Barat.
Hanya ada tiga anggota dewan yang menemui warga. Mereka adalah Agus Efendi, Hermanto dan Yuningsih. Di hadapan warga, tiga anggota dewan itu sepakat menerima aspirasi warga dan akan membahasnya di dewan.
"Kami akan sampaikan sampai ke tingkat menteri," kata Agus Efendi.
Namun untuk bisa sampai pada keputusan pemekaran, jelas Yuningsih, diperlukan waktu cukup lama. Sebab, dibutuhkan kajian untuk sebuah daerah menjadi kabupaten. "Apakah layak atau tidak," katanya.(*)
Sumber :
http://www.tribunnews.com/2010/05/06/warga-17-kecamatan-di-cirebon-tuntut-kabupaten-baru+kabupaten+cirebon+timur&cd=12&hl=id&ct
6 Mei 2010
Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Cirebon
http://students.ukdw.ac.id/~22022902/kabupaten.jpg
Kec. Pangenan Kab. Cirebon Jadi Zona Industri
Kecamatan Pangenan Kab. Cirebon direncanakan menjadi zona industri. Dalam rancangan pembangunan Kabupaten Cirebon, lahan yang direncanakan untuk zona industri sekitar 3 336 Hektar. Dan di kecamatan ini pula direncanakan dibangun pelabuhan Internasional lengkap dengan dok perbaikan dan pembuatan kapal.
Lihat Peta Lebih Besar
Rencana zona industri itu, menurut Camat Pangenan, Nanang S, meliputi enam desa yaitu Astana Mukti, Pengarengan, Rawa Urip, Bendungan, Ender dan Pangenan. Masalah Zona Industri ini menunggu revisi Rencana Tata Ruang Wilayah dari Badan Perencanaan Daerah (Bapeda) Kab. Cirebon.Selain itu, Kec. Pangenan juga terkenal karena menjadi pusat persediaan batu bara untuk Jawa Barat, Ada sekitar delapan stock file batu bara di sini. Tapi menurut Camat, keberadaan usaha penyediaan batu bara ini belum memberi kontribusi pemasukan ke kas daerah, selain dari biaya izin saja. aop
Sumber :
Harian Ekonomi Neraca, dalam:
http://bataviase.co.id/node/136777
19 Maret 2010
Lihat Peta Lebih Besar
Rencana zona industri itu, menurut Camat Pangenan, Nanang S, meliputi enam desa yaitu Astana Mukti, Pengarengan, Rawa Urip, Bendungan, Ender dan Pangenan. Masalah Zona Industri ini menunggu revisi Rencana Tata Ruang Wilayah dari Badan Perencanaan Daerah (Bapeda) Kab. Cirebon.Selain itu, Kec. Pangenan juga terkenal karena menjadi pusat persediaan batu bara untuk Jawa Barat, Ada sekitar delapan stock file batu bara di sini. Tapi menurut Camat, keberadaan usaha penyediaan batu bara ini belum memberi kontribusi pemasukan ke kas daerah, selain dari biaya izin saja. aop
Sumber :
Harian Ekonomi Neraca, dalam:
http://bataviase.co.id/node/136777
19 Maret 2010
Lahan Kritis Kabupaten Cirebon Mencapai 3.834 Hektare (Greged, Losari, Gebang, Astanajapura)
Luas lahan kritis di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, mencapai 3.834,45 hektare. Berbagai program dilakukan untuk mengatasi lahan kritis tersebut.
Berdasarkan data yang dhimpun dari Dinas Pertanian, Perkebunan, Peternakan dan Kehutanan (P3K) Kabupaten Cirebon, Jumat (16/7), luas lahan kritis tersebut terdiri dari 2.307,07 hektare lahan kritis yang terdapat di darat, sedangkan di pantai terdiri dari 1.527,38 hektare.
Lahan kritis itu tersebar di sejumlah kecamatan di Kabupaten Cirebon, di antaranya di Kecamatan Greged yang mencapai 385 hektare, Kecamatan Losari seluas 338 hektare, Kecamatan Gebang, Kecamatan Astanajapura, serta Kecamatan Dukuhpuntang.
Kepala Dinas P3K Kabupaten Cirebon, Ali Effendi saat dikonfirmasi mengungkapkan pihaknya setiap tahun telah berupaya untuk mengurangi lahan kritis yang ada di Kabupaten Cirebon. "Salah satunya dengan penanaman pohon keras seperti yang baru-baru ini dilakukan di daerah Beber," katanya.
Penanaman tersebut antara lain bertujuan agar daerah itu nantinya bisa menjadi daerah resapan air sehingga saat kemarau penduduk sekitar tidak mengalami kekurangan air.
Selain itu pihaknya pun telah melakukan program penanaman pohon, di antaranya pohon mangga di pekarangan rumah warga. "Kita berusaha untuk memanfaatkan lahan yang sedikit lahan yang kosong di pekarangan rumah untuk ditanam pohon, " katanya.
Dipilih pohon mangga karena saat berbuah bisa dijual atau pun dimakan sendiri oleh penghuni rumah. "Jadi manfaatnya banyak, bisa sebagai tambahan perekonomian keluarga atau pun memenuhi kebutuhan vitamin keluarga itu sendiri," katanya.
Ivansyah
Sumber :
http://www.tempointeraktif.com/hg/bandung/2010/07/16/brk,20100716-263924,id.html
16 Juli 2010
Berdasarkan data yang dhimpun dari Dinas Pertanian, Perkebunan, Peternakan dan Kehutanan (P3K) Kabupaten Cirebon, Jumat (16/7), luas lahan kritis tersebut terdiri dari 2.307,07 hektare lahan kritis yang terdapat di darat, sedangkan di pantai terdiri dari 1.527,38 hektare.
Lahan kritis itu tersebar di sejumlah kecamatan di Kabupaten Cirebon, di antaranya di Kecamatan Greged yang mencapai 385 hektare, Kecamatan Losari seluas 338 hektare, Kecamatan Gebang, Kecamatan Astanajapura, serta Kecamatan Dukuhpuntang.
Kepala Dinas P3K Kabupaten Cirebon, Ali Effendi saat dikonfirmasi mengungkapkan pihaknya setiap tahun telah berupaya untuk mengurangi lahan kritis yang ada di Kabupaten Cirebon. "Salah satunya dengan penanaman pohon keras seperti yang baru-baru ini dilakukan di daerah Beber," katanya.
Penanaman tersebut antara lain bertujuan agar daerah itu nantinya bisa menjadi daerah resapan air sehingga saat kemarau penduduk sekitar tidak mengalami kekurangan air.
Selain itu pihaknya pun telah melakukan program penanaman pohon, di antaranya pohon mangga di pekarangan rumah warga. "Kita berusaha untuk memanfaatkan lahan yang sedikit lahan yang kosong di pekarangan rumah untuk ditanam pohon, " katanya.
Dipilih pohon mangga karena saat berbuah bisa dijual atau pun dimakan sendiri oleh penghuni rumah. "Jadi manfaatnya banyak, bisa sebagai tambahan perekonomian keluarga atau pun memenuhi kebutuhan vitamin keluarga itu sendiri," katanya.
Ivansyah
Sumber :
http://www.tempointeraktif.com/hg/bandung/2010/07/16/brk,20100716-263924,id.html
16 Juli 2010
Peningkatan Daya Saing Mangga Melalui Kerjasana Dengan IJEPA (Greged, Sedong)
Mangga (Mangifera indica L) merupakan komoditas yang sangat populer dimata masyarakat Indonesia. Disamping itu mangga Indonesia memiliki peluang untuk mengisi pasar internasional, karena mangga Indonesia mempunyai kekhasan tersendiri, khususnya mangga Arumanis 143 dan mangga Gedong Gincu. Mangga Varietas Gedong Gincu merupakan varietas Mangga yang cukup menjanjikan untuk pasar modern maupun pasar internasional karena warna kulit buahnya yang berwarna kuning jingga dan kemerahan dan rasanya manis keasaman dengan aroma yang harum. Provinsi Jawa Barat merupakan sentra poduksi Mangga terbesar setelah Jawa Timur dengan sentra utama di Kabupaten Cirebon, Majalengka dan Indramayu. Kawasan/Belt Mangga ini merupakan kawasan laboratorium/percontohan.
Pangsa pasar utama mangga adalah negara- negara di Timur Tengah, Asia Timur dan Eropa Barat. Di samping kawasan tersebut sebetulnya masih terdapat beberapa negara yang berpotensi untuk di jadikan sasaran ekspor mangga seperti : China, Jepang, Eropa dan Australia. Namun karena ketatnya persyaratan impor dari negara tujuan tersebut produk Mangga Indonesia belum mampu menempus pasar negara tersebut. Salah satu kendala yang sering menjadi penghambat masuknya produk Mangga Indonesia ke mancanegara adalah adanya serangan lalat buah (Fruit Fly) yang mengakibatkan buah Mangga bermutu rendah karena mengalami kerusakan/busuk.
Dalam rangka mengeliminir sekecil mungkin kerusakan yang diakibatkan oleh serangan lalat buah maka diperlukan bantuan peralatan Vapor Heat Treatmen (VHT). Direktorat Jenderal Hortikultura telah merintis kerjasama dengan pemerintah Jepang melalui Indonesia Japan Economic Partnership for Agreement (IJEPA). Melalui program kerjasama ini direncanakan Pemerintah Jepang memberikan bantuan peralatan VHT untuk mengantisipasi serangan lalat buah. Langkah-langkah yang telah dilakukan untuk hal tersebut adalah :
1. Dalam tahap awal Pemerintah Jepang telah mengirimkan Tim Ahli untuk melakukan kunjungan ke Indonesia untuk mendiskusikan dengan Direktorat Jenderal Hortikultura dan Badan Karantina Pertanian serta untuk melaksanakan survey lokasi sentra produksi Mangga dan kesiapan Balai Besar Pramalan OPT Jatisari untuk mengoperasikan VHT. Kunjungan tersebut juga sekaligus untuk mengkonfirmasikan tentang usulan/proposal yang pernah disampaikan kepada Pemerintah Jepang.
2. Survey lapangan telah dilakukan ke Kabupaten Cirebon pada tanggal 13-15 Januari 2009. Adapun lokasi yang dikunjungi adalah :
a. Kebun mangga yang dikelola kelompok tani “Sukamulia” seluas 25 Ha di Desa Sedong Lor, Kecamatan Sedong
b. Kebun Mangga yang dikelola kelompok tani “ Karang Wuni” seluas 60 Ha di Desa Sedong Lor, Kecamatan Sedong.
c. Kedua kebun ini adalah merupakan Kebun Mangga (Gedong Gincu) yang dikembangkan melalui proyek IHDUA / JBIC pada tahun 1997 – 2002.
d. Packing House yang dikelola oleh kelompok tani “Buah Segar Manis” di Kecamatan Greged, Cirebon
e. Packing House “CV. Sumber Buah Sae” di Kecamatan Kedawung, Cirebon.
Kedua Packing House ini pada saat kunjungan dilakukan tidak ada yang beraktivitas karena Mangga belum panen. Untuk sementara kedua Packing House ini digunakan untuk komoditas Duku dan Salak yang didistribusikan di kawasan Cirebon. Selanjutnya kunjungan dilanjutkan ke Karantina Pelabuhan Cirebon untuk melihat kesiapan sarana/fasilitas perkarantinaan dalam upaya mengantisipasi penerapan peralatan VHT
3. Pertemuan di kantor Dinas Pertanian Kabupaten Cirebon untuk mendiskusikan beberapa hal teknis termasuk kesiapan daerah dalam pelaksanaan program ini. Pada kesempatan ini Dinas Pertanian dari 3 lokasi telah menyampaikan data informasi potensi masing-masing dan kondisi agribisnis Mangga saat ini. Telah dibahas pula beberapa hal yang nantinya akan dituangkan dalam Minute of Meeting berupa jenis-jenis kegiatan yang akan dilaksanakan apabila alat tersebut telah direalisasikan.
Berbagai institusi terkait dalam kerjasama ini adalah Badan Karantina Pertanian, Direktorat Jenderal Pemasaran dan Pengolahan Hasil Pertanian, dan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat , serta Kelompok Tani Mangga, asosiasi produsen mangga dll. Untuk itu maka koordinasi dan sinergisme antarinstitusi ini sangat menentukan pada keberhasilan dan dampak positif dari kerjasama ini.
Sumber :
http://www.hortikultura.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=225&Itemid=2
13 Februari 2009
Pangsa pasar utama mangga adalah negara- negara di Timur Tengah, Asia Timur dan Eropa Barat. Di samping kawasan tersebut sebetulnya masih terdapat beberapa negara yang berpotensi untuk di jadikan sasaran ekspor mangga seperti : China, Jepang, Eropa dan Australia. Namun karena ketatnya persyaratan impor dari negara tujuan tersebut produk Mangga Indonesia belum mampu menempus pasar negara tersebut. Salah satu kendala yang sering menjadi penghambat masuknya produk Mangga Indonesia ke mancanegara adalah adanya serangan lalat buah (Fruit Fly) yang mengakibatkan buah Mangga bermutu rendah karena mengalami kerusakan/busuk.
Dalam rangka mengeliminir sekecil mungkin kerusakan yang diakibatkan oleh serangan lalat buah maka diperlukan bantuan peralatan Vapor Heat Treatmen (VHT). Direktorat Jenderal Hortikultura telah merintis kerjasama dengan pemerintah Jepang melalui Indonesia Japan Economic Partnership for Agreement (IJEPA). Melalui program kerjasama ini direncanakan Pemerintah Jepang memberikan bantuan peralatan VHT untuk mengantisipasi serangan lalat buah. Langkah-langkah yang telah dilakukan untuk hal tersebut adalah :
1. Dalam tahap awal Pemerintah Jepang telah mengirimkan Tim Ahli untuk melakukan kunjungan ke Indonesia untuk mendiskusikan dengan Direktorat Jenderal Hortikultura dan Badan Karantina Pertanian serta untuk melaksanakan survey lokasi sentra produksi Mangga dan kesiapan Balai Besar Pramalan OPT Jatisari untuk mengoperasikan VHT. Kunjungan tersebut juga sekaligus untuk mengkonfirmasikan tentang usulan/proposal yang pernah disampaikan kepada Pemerintah Jepang.
2. Survey lapangan telah dilakukan ke Kabupaten Cirebon pada tanggal 13-15 Januari 2009. Adapun lokasi yang dikunjungi adalah :
a. Kebun mangga yang dikelola kelompok tani “Sukamulia” seluas 25 Ha di Desa Sedong Lor, Kecamatan Sedong
b. Kebun Mangga yang dikelola kelompok tani “ Karang Wuni” seluas 60 Ha di Desa Sedong Lor, Kecamatan Sedong.
c. Kedua kebun ini adalah merupakan Kebun Mangga (Gedong Gincu) yang dikembangkan melalui proyek IHDUA / JBIC pada tahun 1997 – 2002.
d. Packing House yang dikelola oleh kelompok tani “Buah Segar Manis” di Kecamatan Greged, Cirebon
e. Packing House “CV. Sumber Buah Sae” di Kecamatan Kedawung, Cirebon.
Kedua Packing House ini pada saat kunjungan dilakukan tidak ada yang beraktivitas karena Mangga belum panen. Untuk sementara kedua Packing House ini digunakan untuk komoditas Duku dan Salak yang didistribusikan di kawasan Cirebon. Selanjutnya kunjungan dilanjutkan ke Karantina Pelabuhan Cirebon untuk melihat kesiapan sarana/fasilitas perkarantinaan dalam upaya mengantisipasi penerapan peralatan VHT
3. Pertemuan di kantor Dinas Pertanian Kabupaten Cirebon untuk mendiskusikan beberapa hal teknis termasuk kesiapan daerah dalam pelaksanaan program ini. Pada kesempatan ini Dinas Pertanian dari 3 lokasi telah menyampaikan data informasi potensi masing-masing dan kondisi agribisnis Mangga saat ini. Telah dibahas pula beberapa hal yang nantinya akan dituangkan dalam Minute of Meeting berupa jenis-jenis kegiatan yang akan dilaksanakan apabila alat tersebut telah direalisasikan.
Berbagai institusi terkait dalam kerjasama ini adalah Badan Karantina Pertanian, Direktorat Jenderal Pemasaran dan Pengolahan Hasil Pertanian, dan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat , serta Kelompok Tani Mangga, asosiasi produsen mangga dll. Untuk itu maka koordinasi dan sinergisme antarinstitusi ini sangat menentukan pada keberhasilan dan dampak positif dari kerjasama ini.
Sumber :
http://www.hortikultura.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=225&Itemid=2
13 Februari 2009
Kondisi Kawasan Lindung Bukit Azimut Rusak Parah (Waled)
Bukit Azimut di Desa Waled Asem, Kecamatan Waled, Cirebon kondisinya kini memprihatinkan. Kawasan lindung itu hancur oleh penambangan yang dilakukan para pengusaha yang menyuplai kebutuhan material untuk pembangunan jalan tol Kanci-Pejagan. Usaha reklamasi bukit itu pun hingga tenggat di akhir bulan ini tak kunjung selesai.
Bukit Azimut yang semula memiliki tinggi 50 hingga 60 meter itu saat ini sudah dipapas dan menjadi daerah yang curam dengan kemiringan hingga 80 persen. Luas areal galian mencapai 5,2 hektar.
Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Kabupaten Cirebon sebenarnya sudah memberikan kesempatan kepada 4 perusahaan yang melakukan penggalian di bukit tersebut untuk melakukan reklamasi.
Mereka diberi tenggat untuk mereklamasi bukit itu hingga 30 Juni. Namun hingga kemarin kawasan yang direklamasi baru mencapai 20 persen.
Kepala BLHD Kabupaten Cirebon, Iskukuh, mengungkapkan hari ini tim yang antara lain terdiri BLHD, PSDA dan Tamben serta dinas terkait lainnya saat ini tengah meninjau bukit tersebut. "Besok baru kami akan rapat untuk mengambil langkah lebih lanjut," katanya.
Secara terpisah, Bupati Cirebon, Dedi Supardi, saat dikonfirmasi mengungkapkan jika sebenarnya sejak dahulu Bukit Azimut tidak diperbolehkan untuk digali. "Jadi pengusahanya harus dikenakan sanksi hukum," katanya.
IVANSYAH
Sumber :
http://www.tempointeraktif.com/hg/bandung/2010/06/30/brk,20100630-259780,id.html
30 Juni 2010
Bukit Azimut yang semula memiliki tinggi 50 hingga 60 meter itu saat ini sudah dipapas dan menjadi daerah yang curam dengan kemiringan hingga 80 persen. Luas areal galian mencapai 5,2 hektar.
Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Kabupaten Cirebon sebenarnya sudah memberikan kesempatan kepada 4 perusahaan yang melakukan penggalian di bukit tersebut untuk melakukan reklamasi.
Mereka diberi tenggat untuk mereklamasi bukit itu hingga 30 Juni. Namun hingga kemarin kawasan yang direklamasi baru mencapai 20 persen.
Kepala BLHD Kabupaten Cirebon, Iskukuh, mengungkapkan hari ini tim yang antara lain terdiri BLHD, PSDA dan Tamben serta dinas terkait lainnya saat ini tengah meninjau bukit tersebut. "Besok baru kami akan rapat untuk mengambil langkah lebih lanjut," katanya.
Secara terpisah, Bupati Cirebon, Dedi Supardi, saat dikonfirmasi mengungkapkan jika sebenarnya sejak dahulu Bukit Azimut tidak diperbolehkan untuk digali. "Jadi pengusahanya harus dikenakan sanksi hukum," katanya.
IVANSYAH
Sumber :
http://www.tempointeraktif.com/hg/bandung/2010/06/30/brk,20100630-259780,id.html
30 Juni 2010
Mata Air Kering, Rusa dan Babi Hutan Turun ke Ladang (Pasaleman)
Rusa dan babi hutan di hidup di hutan sekitar Gunung Tilu perbatasan Cirebon di Jawa Barat, dan Brebes di Jawa Tengah mulai turun ke ladang warga. Keringnya mata air dan kian sempitnya habitat mereka diduga menjadi penyebab turunnya binatang hutan tersebut.
Dua hari ini, warga mendapati rusa berada di sekitar mata air Jamberancak, Desa Cigobang, Kecamatan Pasaleman, Kabupaten Cirebon. Mata air Jamberancak hanya berada sekitar 500 meter dari rumah penduduk di desa itu. Rusa juga kerap berkeliaran di lahan tebu Desa Karoya, Pasaleman.
"Rusa juga terlihat di ladang karoya, tiga hari lalu. Punya tanduk bercabang tiga, tapi saya dekati langsung lari," kata Dasrib, pengumpul kayu dari desa Sumber Kidul Kecamatan Babakan.
Dedi, aktivis lingkungan Palasa Grage mengakui tidak hanya rusa yang terlihat turun dari hutan, babi hutan pun juga ikut turun. Mereka bahkan tidak hanya berada di ladang melainkan masuk ke perkampungan.
Menurut dedi, turunnya binatang hutan menandakan adanya ketidakberesan di habitat mereka. Dalam sepuluh tahun terakhir hutan tempat rusa dan babi hutan berubah menjadi ladang. Mata air pun kini selalu mongering di musim kemarau.
Sumber:
Siwi Yunita Cahyaningrum
http://megapolitan.kompas.com/read/2009/11/06/18062312/Mata.Air.Kering..Rusa.dan.Babi.Hutan.Turun.ke.Ladang
6 November 2009
Dua hari ini, warga mendapati rusa berada di sekitar mata air Jamberancak, Desa Cigobang, Kecamatan Pasaleman, Kabupaten Cirebon. Mata air Jamberancak hanya berada sekitar 500 meter dari rumah penduduk di desa itu. Rusa juga kerap berkeliaran di lahan tebu Desa Karoya, Pasaleman.
"Rusa juga terlihat di ladang karoya, tiga hari lalu. Punya tanduk bercabang tiga, tapi saya dekati langsung lari," kata Dasrib, pengumpul kayu dari desa Sumber Kidul Kecamatan Babakan.
Dedi, aktivis lingkungan Palasa Grage mengakui tidak hanya rusa yang terlihat turun dari hutan, babi hutan pun juga ikut turun. Mereka bahkan tidak hanya berada di ladang melainkan masuk ke perkampungan.
Menurut dedi, turunnya binatang hutan menandakan adanya ketidakberesan di habitat mereka. Dalam sepuluh tahun terakhir hutan tempat rusa dan babi hutan berubah menjadi ladang. Mata air pun kini selalu mongering di musim kemarau.
Sumber:
Siwi Yunita Cahyaningrum
http://megapolitan.kompas.com/read/2009/11/06/18062312/Mata.Air.Kering..Rusa.dan.Babi.Hutan.Turun.ke.Ladang
6 November 2009
Langganan:
Postingan (Atom)